sebutkan sumber hukum pelaksanaan hubungan interna
Pertanyaan
1 Jawaban
-
1. Jawaban Blackulvi
Berdasarkan pasal 11 ayat (1) dan (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 dinyatakan bahwa :1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dari ketentuan konstitusi tersebut terlihat bahwa negara Indonesia mengakui dan melakasanakan hubungan dengan negara lain. Ketentuan mengenai hubungan dengan negara lain tersebut diakomodasi atau diatur lebih lanjut dengan beberapa peraturan perundang-undangan yang lain. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain Undang-undang No. 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional Protocol to The Vienna Conventionon on Diplomatic Relation Concerning Acquisition of Nationality 1961) dan Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention on Consular Relations and Optional Protocol to The Vienna Convention on Consular Relation Concerning Acquisition of Nationality 1963)
Dengan adanya pengesahan tersebut maka secara hukum nasional, norma-norma yang berlaku dalam konvensi tersebut diterima dan diakui oleh hukum nasional di Indonesia. Menurut Aktieva Tri Tjitrawati[1] bahwa pengesahan suatu perjanjian internasional merupakan kombinasi antara wewenang membuat perjanjian yang dimilki “The Big Three” (kepala negara, kepala pemerintahan, dan menteri luar negeri[2]) dengan wewenang membuat undang-undang yang dimiliki legislatif/DPR. Kombinasi kewenangan tersebut diperlukan bila ada perjanjian yang penting dan perlu mendapat persetujuan rakyat in casu DPR sebagai wakil rakyat. Dasar hukum yang lain berkaitan dengan hubungan luar negeri Indonesia adalah Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Dalam pasal 1 angka 1 UU No.37 Tahun 1999 dinyatakan definisi mengenai hubungan luar negeri bahwa “Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.”
Disamping beberapa peraturan tersebut, dasar hukum yang lain yang patut dijadikan acuan dalam hubungan luar negeri Indonesia menurut hemat penulis adalah Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dalam undang-undang ini dimuat prinsip-prinsip dalam melakukan perjanjian internasional yang dilakukan Indonesia dengan negara lain. Dalam melakukan hubungan luar negeri, tidak dapat dipisahkan dengan yang namanya perjajian internasional. Dalam era globalisasi dimana batas-batas ruang dan waktu sudah bukan menjadi kendala dan dalam perkembangan kehidupan bersama manusia yang cenderung semakin tidak mengenal batas negara ini, boleh jadi kesepakatan antar negaranegara dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian internasional merupakan sumber hukum yang semakin penting. Menurut ketentuan pasal 1 angka 1 UU No. 24 Tahun 2000 dinyatakan bahwa “Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.”